Jumat, 03 Mei 2013

MAKALAH PENYAKKIT MENULAR SEKSUAL OLEH SETIAWATI ASMELDA (06042579)


MAKALAH PENYAKKIT MENULAR SEKSUAL OLEH SETIAWATI ASMELDA (06042579)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebidanan mencakup pengetahuan yang dimiliki bidan dan kegiatan pelayanan yang dilakukannya untuk menyelamatkan ibu dan bayi yang dilahirkan. Komunitas adalah kelompok orang yang berbeda di suatu lokasi tertentu yang mempunyai norma dan nilai. Jadi dapat disimpulkan bahwa kebidanan komunitas merupakan pelayanan kebidanan yang diberikan oleh bidan di kelompok masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Dalam memberikan pelayanan kebidanan di masyarakat banyak permasalahan yang ditemui oleh bidan, diantaranya adalah mengenai Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai jenis mikroorganisme (virus, bakteri, protozoa dan jamur) yang menimbulkan gejala klinik utama di saluran kemih dan reproduksi, yang jalur penularannya melalui hubungan seksual.
Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok resiko tinggi terhadap PMS. Penelitian di Surabaya menyebutkan angka kejadian PMS pada ibu hamil adalah 19,2%. Angka kejadian PMS pada ibu hamil yang melakukan asuhan antenatal di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (1998) adalah 16,1% untuk kandidiasis vaginalis, 4,2% infeksi klamidia dan 1,2% trikomoniasis.
Penyakit menular seksual dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas terhadap ibu maupun bayi yang dikandung/dilahirkannya. Oleh sebab itu penting dilakukannya penanggulangan yang tepat yaitu secara preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah menemukan jenis-jenis Penyakit Menular Seksual dan melakukan penanggulangan secara promotif dan preventif (dalam lingkup kebidanan komunitas).

1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah yang akan dibahas yaitu :
a. Menjelaskan pengertian Penyakit Menular Seksual
b. Memaparkan cara penularan Penyakit Menular Seksual
c. Memaparkan jenis-jenis Penyakit Menular Seksual
d. Menjelaskan pencegahan Penyakit Menular Seksual



BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS)
PMS adalah singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina).
PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.

B. RANTAI PENULARAN PMS
Virus, bakteri, protozoa, parasit dan jamur
Manusia, bahan lain yang tercemar kuman
Penis, vagina, lubang pantat, kulit yang terluka, darah, selaput lendir.
Yang paling umum adalah hubungan seks (penis-vagina, penis-lubang pantat, mulut-lubang pantat, mulut-vagina, mulut-penis).
Hubungan seks, pemakaian jarum suntik secara bersama-sama dari orang yang terkena PMS ke orang lainnya (obat suntik terlarang, transfusi darah yang tidak steril, jarum tato dan lainnya).
Orang yang berperilaku seks tidak aman. Makin banyak pasangan seks, makin tinggi kemungkinan terkena PMS dari orang yang sudah tertular.

C. PENCEGAHAN
Patahkan salah satu rantai penularan
Pakailah kondom saat berhubungan seksual dengan orang yang beresiko?telah terkena PMS
.
D. JENIS-JENIS PMS
1.Gonorrhea
Gonorrhea biasa disebut “GO” disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Masa inkubasi pada pria : 3-30 hari sedangkan pada wanita 3 sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.
Pada pria diagnosa ditentukan dengan adanya gram ( gram +) pada pemeriksaan smear terhadap pengeluaran melalui penis. Untuk menentukan diagnosa GO pada wanita, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan kultur dari serviks, uretra, tenggorokan dan anus.
Tanda dan gejala:
Pria : Pengeluaran cairan purulen melalui uretra, disuria, epididymitis dan prostatitis.
Wanita : Pada tahap dini asimptomatis selanjutnya servisitis dengan pengeluaran yang purulen, gartolinitis.
Terapi pada GO:
Procaine penicillin G (IM) dan Progenetid (PO) atau Ampicilline dan probenecide (PO).Sebelum pemberian terapi ini,kita perlu untuk melakukan tes terlebih dahulu, karena dapat menyebabkan syok anapilaksis setelah 30 menit injeksi penicilline.

2. Syphillis
Syipilis disebabkan oleh Spirochete treponema pallidum yamg masuk kedalam tubuh melalui membrane mukosa atau kulit selama melakukan hub seksual.
Tanda dan gejala:
Tahap primer :adanya luka pada vulva atau penis sangata nyeri, ulkus primer baik tunggal maupun kelompok, mungkin terjadi juga pada bibir, lidah tangan, rectum atau putting susu.
Tahap sekunder :yaitu 2-4 minggu setelah timbulnya ulkus sampai 2-4 tahun. Pasien merasa demam, sakit kepala, tidak nafsu makan, hilang berat badan, anemia, sakit pada tenggorokan, kemerahan dan sakit pada mata, kuning dengan atau tanpa hepatitis, sakit pada otot persendian dan tulang panjang. Pada umumnya tubuh lemah, kemerahan serta adanya condylomata pada rectum dan genitalia.
Pada tahap laten :5-20 tahun tidak ada tanda-tanda klinik, sedangkan pada tahap lanjut yaitu terminal tidak diobati akan terlihat tumor/massa/gumma pada bagian tubuh, kerusakan pada katup jantung dan pembuluh-pembuluh darah, meningitis, paralysis, kurang koordinasi, parese, insomnia, binggung, dilusi, gangguan pikir dan bicara tidak jelas.

Terapi pada sipilis
Yaitu semua jenis Penicillin, dianjurkan penicillin G benzathine karena jenis long acting.

3. Herpes Genitalis
Herpes genitalis disebabkan karena terinfeksi oleh : Herpes virus hominis tipe 2 (HVH-2)
Tanda dan gejala:
- Adanya rupture vesicle
- Ulserasi nyeri serta pembengkakan pada kelenjar limpe inguinal
- Disuria serta merasakan gejala flu.
Terapi simtomatik
Untuk lesi dicuci dengan cairan Burow’s, H2O2, atau sabun dan air selamjutnya keringkan dengan baik.
Pencegahan dan Pengawasan
Pencagahan terhadap STD mencangkup 3 tingkatan pencegahan yaitu:
1. Pencegahan primer, ditujukan untuk mencegah penyakit mencangkup hal-hal sebagai berikut:
- Memberikan pendidikan kepada individu-individu yang tidak terinfeksi sehingga dapat menghindar dari individu yang terinfeksi.
- Identifikasi dan mengobati individu yang terinfeksi tanpa gejala.
- Wawancara pasien yang terinfeksi untuk identifikasi kontak.
- Melakukan pemeriksaan dan pengobatan pencegahanpada individu yang kontak.
- Anjurkan untuk berpatisipasi pada program pengawasan.
2. Pencegahan sekunder yaitu: untuk mencegah terjadinya komplikasi STD seperti : PID pad waktu dengan GO.
3. Pencegahan tertier, berfokus untuk menurunkan efek dari komplikasi seperti : steril atau mandul.
Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan terhadap individu yang tidak terinfeksi sangat efektif dilakukan melalui sekolah-sekolah dan kelompok masyarakat remaja dan dewasa muda
Di klinik, untuk pasien yang pertama kali mengalami STD akan merasa takut, berdosa dan tidak aman, sehingga perlu pendekatan psikologis sosial. Pendidikan kesehatan yang diberikan di klinik mencangkup : cara kerja obat, durasi, efektif, efek samping, keuntungan dan kunjungan ulang, kegagalan pengobatan akan menyebabkan remfeksi juga diberi informasi tentang : cara transmisi penyakit, proses reinfeksi, hentikan hubungan seksual jika mungkin, jika tidak bisa mengamankan kondom.
Untuk perawatan diri perlu diinformasikan tentang hal-hal sebagai berikut:
1. cuci tangan dan mandi dalam frekuensi sering.
2. Jangan lakukan (kotraindikasi) douching kecuali untuk pemberian obat-pbatan.
3. Pergunakan pakaian dalam dari katun.
4. Jangan mempergunakan lotion, cream, minyak pada luka kecuali diprogramkan.

4. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu HIV (Human Immunodeficiency Virus) ditandai dengan sindroma menurunnya sistem kekebalan tubuh.Penyebab utama AIDS adalah HIV. HIV dapat ditransmisi melalui kontak seksual, darah atau produk darah dari ibu kepada bayinya. HIV tidak dapat ditransmisi melalui kontak didalam rumah, sekolah atau tempat kerja.
Gejala pertama AIDS muncul rata-rata 10 tahun dari saat terinfeksi HIV, yang selanjutnya menunjukan gejala berbagai penyakit dan menyebabkan kematian dalam waktu 1-3 tahun.
Dalam masa 10 tahun dari saat terinfeksi HIV, sipengidap tampak “sehat” namun berkemampuan untuk menularkan HIV kepada orang lain melalui hubungan seksual (berganit-ganti pasangan),melalui darah atau produk darahnya(secara suntikan, tranfusi dan transplantasi organ dari sipengidap HIV) dan melalui proses melahirkan dari ibu sipengidap HIV kepada janin atau bayinya.

Gejala-gejala AIDS
Gejala Mayor
a. Pada prang dewasa terdiri dari:
1. Penurunan berat badan lebih dari 10%
2. Diare kronik lebih dari satu bulan.
3. Demam lebih dari satu bulan (kontinyu atau intermiten)
b. Pada anak terdiri dari:
1. Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal.
2. Diare kronik lebih dari satu bulan.
3. Demam lebih dari satu bulan.

Gejala Minor
a. Pada orang dewasa terdiri dari:
1. Batuk lebih dari satu tahun.
2. Dermatitis pruritus umum.
3. Herpes Zoster rekurens.
4. Candidiasis orofarings.
b. Pada anak terdiri dari:
1. Limfadenopati umum.
2. Candidiasis oroforings.
3. Infeksi umum yang terulang (otitis, faringitis)



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PMS biasanya ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya melalui hubungan heteroseksual, homoseksual atau kontak intim melalui genitalia, mulut atau rectum.Beberapa penyakit menular seksual yang dibahas didalam makalah ini mencangkup Gonorhea, Syiphillis, Herpes genital dan HIV /AIDS
Didalam makalah dijelaskan penyebab dan tanda-tanda atau gejala dan penyakit menular seksual antara lain pengeluaran cairan yang tidak normal dan saluran kencing atau liang senggama (berbau amis, keputihan yang banyak sekali) rasa nyeri atau sakit pada saat kencing atau saat berhubungan seksual, lecet, luka kecil yang disertai dengan pembengkakan kelenjar getah bening,dll.Adapun pencegahan atau penanggulangan PMS tergantung dari jenis-jenis PMS yang dijelaskan.

B. Saran
Penulis mengharapkan agar tenaga kesehatan (khususnya mahasiswa kebidanan) dapat mengetahui dan memanfaatkan makalah ini untuk menambah wawasan dalam penyakit menular seksual dan dapat dicegah atau ditanggulangi di lingkungan masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

Majoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius. FKUI.

Prayetni. 1996. Asuhan Keperawatan Ibu dengan Gangguan Sistem Reproduksi. Jakarta. Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

Keluarga berencana dan Kesehatan Reproduksi Berwawasan Jender. 2003.
Jakarta. Badan Koordinasi KB Nasional.

perawatan tali pusat bayi


Perawatan Tali Pusat Bayi


Tali pusat atau umbilical cord adalah saluran kehidupan bagi janin selama dalam kandungan. Dikatakan saluran kehidupan karena saluran inilah yang selama 9 bulan 10 hari menyuplai zat-zat gizi dan oksigen ke janin. Tetapi begitu bayi lahir, saluran ini sudah tak diperlukan lagi sehingga harus dipotong dan diikat atau dijepit.

Sisa tali pusat yang masih menempel di perut bayi (umbilical stump), akan mengering dan biasanya akan terlepas sendiri dalam waktu 1-3 minggu, meskipun ada juga yang baru lepas setelah 4 minggu. Umumnya orangtua baru agak takut-takut menangani bayi baru lahirnya, karena keberadaan si umbilical stump ini. Meski penampakannya sedikit ’mengkhawatirkan’, tetapi kenyataannya bayi Anda tidak merasa sakit atau terganggu karenanya.

Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana. Yang penting, pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan kering. Selalu cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun sebelum membersihkan tali pusat. Selama ini, standar perawatan tali pusat yang diajarkan oleh tenaga medis kepada orangtua baru adalah membersihkan atau membasuh pangkal tali pusat dengan alkohol. Rekomendasi terbaru dari WHO adalah cukup membersihkan pangkal tali pusat dengan menggunakan air dan sabun, lalu dikering anginkan hingga benar-benar kering. Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih cepat puput (lepas) daripada tali pusat yang dibersihkan dengan alkohol.
Meski demikian, praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbangannya, tali pusat yang dirawat tanpa menggunakan alkohol terkadang mengeluarkan aroma (tetap tidak menyengat). Hal inilah yang membuat orangtua merasa khawatir. Bila orangtua ragu untuk menentukan cara mana yang akan diterapkan, lebih baik diskusikan dengan dokter.

Selama belum tali pusatnya puput, sebaiknya bayi tidak dimandikan dengan cara dicelupkan ke dalam air. Cukup dilap saja dengan air hangat. Alasannya, untuk menjaga tali pusat tetap kering. Jangan khawatir, bayi Anda tetap wangi meskipun hanya dilap saja selama seminggu. Bagian yang harus selalu dibersihkan adalah pangkal tali pusat, bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal ini, Anda harus sedikit mengangkat (bukan menarik) tali pusat. Tenang saja, bayi Anda tidak akan merasa sakit. Sisa air atau alkohol yang menempel pada tali pusat dapat dikeringkan dengan menggunakan kain kasa steril atau kapas. Setelah itu kering anginkan tali pusat. Anda dapat mengipas dengan tangan atau meniup-niupnya untuk mempercepat pengeringan. Tali pusat harus dibersihkan sedikitnya dua kali dalam sehari.

Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali pusat, juga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup (mungkin Anda ’ngeri’ melihat penampakannya), tutup atau ikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan bagian pangkal tali pusat dapat terkena udara dengan leluasa. Bila bayi Anda menggunakan popok sekali pakai, pilihlah yang memang khusus untuk bayi baru lahir (yang ada lekukan di bagian depan). Dan jangan kenakan celana atau jump-suit pada bayi Anda. Sampai tali pusatnya puput, kenakan saja popok dan baju atasan. Bila bayi Anda menggunakan popok kain, jangan masukkan baju atasannya ke dalam popok. Intinya adalah membiarkan tali pusat terkena udara agar cepat mengering dan lepas.

Biarkan tali pusat lepas dengan sendirinya. Jangan memegang-megang atau bahkan menariknya meskipun Anda gemas melihat bagian tali pusat yang ’menggantung’ di perut bayi hanya tinggal selembar benang. Orangtua dapat menghubungi dokter bila tali pusat belum juga puput setelah 4 minggu, atau bila terlihat adanya tanda-tanda infeksi, seperti; pangkal tali pusat dan daerah sekitarnya berwarna merah, keluar cairan yang berbau, ada darah yang keluar terus- menerus, dan/atau bayi demam tanpa sebab yang jelas. Setelah tali pusat, terkadang pusar bayi terlihat menonjol (bodong). Dalam budaya kita ada anjuran untuk menempelkan uang logam (binggel) di atas pusar bayi setelah tali pusatnya puput. Tujuannya agar pusar anak tidak menonjol (bodong). Padahal tanpa diberi pemberat pun (uang logam), lama-lama tonjolan terebut akan menghilang. Dan sesungguhnya, pusar bodong atau tidak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik (EG)

Sumber : www.ibudananak.com

aborsi


Kamis, 02 Mei 2013

MOLA HIDATIDOSA

MOLA HIDATIDOSA

Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
(Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
a.Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
b.Imunoselektif dari tropoblast
c.Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
d.Paritas tinggi
e.Kekurangan protein
f.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 238)
Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
a.Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
b.Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Gambaran Klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa adalah :
a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
Anatomi Fisiologi
Anatomi
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
Ligamentum pada uterus :
Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Tes Diagnostik
a.Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
b.Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
c.Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan
d.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
e.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
f.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
Penatalaksanaan Medik
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
a.Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
b.Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan
Perdarahan tidak teratur atau spotting
Pembesaran abnormal uterus
Pelunakan serviks dan korpus uteri
Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
c.Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
d.Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
e.Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai
Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi
Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi
Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Biodata
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
Keluhan utama
Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
Riwayat kesehatan sekarang
Yait keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang perna dialami
Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga
Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Riwayat seksual
Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Riwayat pemakaian obat
Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari
Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar
Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
Keluarga berencana
Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
Data psikososial
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi
Kaji masalah finansial klien
Data spiritual
Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan :
Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7.Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
1.Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2.meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1.menetapkan prioritas masalah
2.merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3.menentukan rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional :
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
2.Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional :
Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional :
Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
4.Beri posisi yang nyaman
Rasional :
Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
5.Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional :
Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat
3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional :
Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
Rasional :
Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1.Kaji pola tidur
Rasional :
Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :
Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
4.Batasi jumlah penjaga klien
Rasional :
Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5.Memberlakukan jam besuk
Rasional :
Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional :
Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan :
Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional :
Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa
2.Pantau suhu lingkungan
Rasional :
Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional :
Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4.Berikan kompres hangat
Rasional :
Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional :
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1.Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan
3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional :
Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan
4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional :
menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya
5.Beri dorongan spiritual/support
Rasional :
Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan :
Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1.Kaji status nutrisi klien
Rasional :
Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional :
Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia
3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional :
Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
4.Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional :
Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional :
Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan :
Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional :
Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2.Observasi vital sign
Rasional :
Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh
3.Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional :
Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi
DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan :
Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :
Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional :
Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
Rasional :
Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4.Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional :
Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional :
Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan

penyebab dan pengobatan infeksi pada bayi yang baru lahir


PENDAHULUAN
Infeksi dapat masuk ke dalam tubuh neonatus melalui tiga rute, yaitu: in utero (transplasental), intrapartum (asendens), dan post partum (nosokomial). Sepsis dini, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Beberapa mikroorganisme penyebab bertransmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan.


Pada onset lambat, bakteri penyebab sepsis dan meningitis timbul sesudah lahir, yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Ketuban pecah dini, trauma persalinan, hipoksia fetal, jenis kelamin laki-laki, atau infeksi ibu selama peripartum) akan meningkatkan resiko terhadap sepsis.


Hipotermia pada neonatus ( suhu rektal ≤ 35 C ) berkaitan erat dengan peningkatan insiden sepsis. Sepsis pada neonatus tidak mudah diketahui karena gejalanya yang tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua, dan bervariasi tergantung kuman penyebab, derajat sakit dan lokasi infeksi.



DEFINISI


Sepsis neonatorum adalah suatu infeksi berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir sampai 1 bulan atau 4 minggu pertama, ditandai dengan gejala-gejala sistemik dan bakteremia. Sepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Sedangkan bakteremia adalah ditemukannya bakteri dalam kultur darah.


85% neonatus dengan infeksi awal terjadi dalam 24 jam, 5% pada 24-48 jam, dan sedikit yang terjadi antara 48 jam – 6 hari. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nosokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Onset lebih cepat pada bayi prematur. Sepsis neonatorum disebut juga sepsis, atau septikemi neonatal.


EPIDEMIOLOGI


Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta terutama di RSCM, infeksi merupakan 10-15% dari morbiditas perinatal. Angka kejadian sepsis neonatorum adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. 


Infeksi bakteri lima kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2,75 kg dan dua kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.


ETIOLOGI ATAU PENYEBAB
Sepsis dapat timbul sebagai lanjutan dari infeksi mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan 
parasit. Bayi dapat terkena infeksi selama kehamilan, dari traktus genital ibu selama kelahiran, atau 
setelah bayi lahir oleh sebab lain. Berbagai kuman patogen yang dapat menyebabkan sepsis pada 
neonatus dapat dilihat dalam tabel.

 Faktor Predisposisi 
Sepsis neonatorum lebih cenderung berkembang saat ibu menderita komplikasi kehamilan yang 
meningkatkan kemungkinan infeksi, yaitu:

  •          BBLR (bayi berat lahir rendah) dan prematuritas (lebih dari 37 minggu)
  •          Membran ruptur prematur/ketuban pecah dini atau memanjang ( lebih dari  18 jam)
  •          Perdarahan
  •          Kesulitan partus
  •          Infeksi uterus atau jaringan plasenta (Korioamnionitis
  •           Demam intrapartum maternal ( lebih dari  38º )
  •           Leukositosis maternal (lebih dari 18.000/μl)
  •          Hipoksia atau resusitasi saat lahir
Bayi juga dapat menderita sepsis karena terkena infeksi setelah kelahiran dari orang atau benda 
yang terinfeksi. Bayi di neonatus intensive care unit (NICU) berisiko mendapat infeksi nosokomial, 
terutama mereka yang prematur atau memiliki berat lahir rendah sehingga lebih rentan infeksi. 
Mikroorganisme yang normal hidup di kulit dapat menyebabkan infeksi bila memasuki tubuh 
melalui kateter dan pipa lain yang menyertai tubuh bayi.


Penyebab utama sepsis neonatorum onset dini adalah Streptokokus grup B (GBS) dan bakteri 
enterik (E. Coli) dari traktus genital maternal. Pada onset lambat terutama GBS, virus herpes 
simpleks, enterovirus dan E. Coli. Pada bayi berat lahir rendah yang rentan infeksi nosokomial 
kuman penyebabnya terutama Candida dan Stafilokokus koagulase negatif (CONS)

Bakteri penyebab sepsis neonatorum


PATOGENESIS

Infeksi dapat masuk ke dalam tubuh neonatus melalui tiga rute, yaitu: in utero (transplasental), intrapartum (asendens), dan post partum (nosokomial). Neonatus tidak dapat merespon benda asing infeksius dikarenakan adanya defisit dari respon fisiologis terhadap agen infeksius. Studi tentang neonatus masih terbatas, namun ditemukan produksi sitokin berkurang. Ditemukan peningkatan kadar interleukin-6, tumor necrosis factor (TNF), dan faktor aktifasi platelet.

Sepsis dini, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa mikroorganisme penyebab bertransmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban, mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan. Adanya vernix atau mekonium merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan morbiditas kecacatan saraf.

Pada onset lambat, bakteri penyebab sepsis dan meningitis timbul sesudah lahir, yang berasal dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.  

Jika persalinan berjalan lama, maka bakteri di vagina dapat secara vertikal menyebabkan inflamasi pada ketuban, tali pusat, dan plasenta. Infeksi fetal dapat juga disebabkan aspirasi cairan amnion yang terinfeksi. Hal ini dapat menyebabkan lahir mati, persalinan prematur, atau sepsi neonatus. kuman yang terisolasi dari cairan amnion yang terinfeksi yaitu bakteri anaeorbik, streptococcus B hemoliticus group B, escheria coli, dan mycoplasma.

Cairan amnion dapat mencegah Escherichia coli dan bakteri lain berkembang lebih jauh karena mengandung lyzozyme, transferin, dan immunoglobulin ( IgA dan IgG). jika terdapat meconium dan verniks, biasanya akan terjadi peningkatan Escherichia Coli dan Streptococcus B hemolitykus group B.

Infeksi pada ibu Hamil waktu melahirkan memiliki peranan penting terhadap infeksi neonatus. Infeksi secara transplasenta sewaktu atau sebelum melahirkan dapat terjadi walaupun terlihat seperti infeksi saat melewati jalan lahir.

Mikroorganisme yang didapat neonatus selama kelahiran akan berkembang dikulit, mukosa nasofaring dan orofaring, konjungtiva, dan tali pusat, dan pada neonatus perempuan di genitalia externa. Kulit pada neonatus yang lahir secara seksio cesarea akan lebih bebas kuman dibanding yang lahir secara pervaginam dimana neonatus akan terpapar mikroorganisme yang terdapat dijalan lahir.

Endotrakeal suction juga dapat menyebabkan terpapar terhadap mikroorganisme. neonatus juga dapat terinfeksi melalui sirkumsisi ataupun pemotongan tali pusat

Neonatus dengan satu atau lebih faktor predisposisi ( seperti berat badan lahir rendah (BBLR), Ketuban pecah dini, trauma persalinan, hipoksia fetal, jenis kelamin laki-laki, atau infeksi ibu selama peripartum) akan meningkatkan resiko terhadap sepsis. Fungsi fagosit yang belum matur dan penurunan respon inflamasi dan imunitas yang sering pada neonatus yang kecil menyebabkan neonatus rentan terhadap sepsis

 Hipotermia pada neonatus ( suhu rektal ≤ 35 C ) berkaitan erat dengan peningkatan insiden sepsis. sampai sekarang masih kurang jelas apakah hipotermia merupakan predisposisi ataupun akibat dari sepsis

Tali pusat sering menjadi portal atau saluran masuknya infeksi sistemik pada neonatus. jaringan yang sudah mati seperti tali pusat sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan pembuluh darah umbilikal dapat sebagai saluran langsung infeksi ke sirkulasi darah neonatus.

Lemahnya pertahanan tubuh pada bayi kurang bulan atau pada bayi cukup bulan resiko tinggi disebabkan oleh 

  • Sistem Imunitas seluler
    • Netrofil atau sel PMN yang vital untuk membunuh bakteri, mengalami defek dalam kemotaksis dan kapasitas menghancurkan. Ikatan endotel pembuluh darah berkurang sehingga menurunkan kemampuan dalam membatasi, menyebabkan area intravaskular bermigrasi ke dalam jaringan. Pada jaringan, sel tersebut gagal berdeagregasi sebagai respon terhadap faktor kemotaktik. PMN neonatal juga sedikit cacat sehingga kemampuannya memasuki matriks ekstraselular dari jaringan untuk mencapai daerah yang inflamasi berkurang. Kemampuan PMN neonatus yang terbatas untuk memfagosit dan membunuh bakteri akan terganggu ketika bayi sakit secara klinis. Akhirnya, cadangan netrofil akan habis dengan mudahnya oleh karena penurunan respon sumsum tulang, terutama pada bayi prematur.
  • Sistem Imunitas Humoral
    • Kadar IgG pada neonatus tergantung dari transport aktif melalui plasenta oleh karena semua tipe IgM, IgA dan IgE tidak melalui plasenta, karena itu pada neonatus jumlahnya kurang. Antibodi yang ditransfer ke janin, akan menjadi pelindung terhadap infeksi spesifik yang pernah di derita ibu sebelumnya. Secara kuantitatif jumlah IgG jelas kurang pada bayi  Berat lahir rendah, karena sebagian besar IgG dtransfer melalui plasenta sesudah 32 minggu kehamilan; maka jumlah IgG pada bayi kurang bulan sangat rendah dibanding bayi cukup bulan. Jumlah ini berkurang pada  pada beberapa bulan pertama sesudah lahir, keadaan ini disebut hipoimunoglobulinemia fisiologis pascanatal. hal ini merupakan faktor resiko terjadinya infeksi nosokomial pada masa neonatal.


     
   
FAKTOR RISIKO PADA KEHAMILAN DAN PERSALINAN
SEBAGAI INDIKATOR KECURIGAAN
TERHADAP SEPSIS
SUSPECT SEPSIS POSITIF JIKA SEKURANG-KURANGNYA 
TERDAPAT 1 RISIKO MAJOR ATAU 2 RISIKO MINOR.


MANIFESTASI KLINIS
                     Sepsis pada neonatus tidak mudah diketahui karena gejalanya yang tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua, dan bervariasi tergantung kuman penyebab, derajat sakit dan lokasi infeksi. Gejala-gejalanya yaitu:
§  Keadaan umum  :  tampak tidak sehat, malas minum/menghisap, iritabel,  
                                    lesu, merintih (grunting)
§  Suhu                   : tidak stabil (hiper/hipotermia)
§  Respirasi             : sulit bernapas, apneu/takhipneu, sianosis, retraksi
§  Kardiovaskular   :  bradi/takhikardi, hipotensi, syok
§  Gastrointestinal  :  muntah, diare, distensi abdomen
§  Neurologi           :  kejang, letargi, hipotoni, pergerakan kurang
§  Hepatobilier       :  hepatosplenomegali, jaundice/ikterik
§  Kulit                   :  pucat, ptekie, purpura
§  Metabolik           :  asidosis metabolik, hipoglikemia
DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan gejala klinis. Biasanya terdapat satu atau lebih riwayat dari faktor predisposisi yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan.  Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal, analisis dan kultur urin, biakan cairan tubuh yang terdapat pada kateter, serta foto dada. Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya kuman pada biakan darah.

Hasil pemeriksaan penunjang, yaitu: 
  • Leukositosis (>12.000/mm3) atau leukositopenia (<4000/mm3), netropenia dengan pergeseran ke kiri (<1000/mm3), peningkatan rasio netrofil imatur (I/T) >0,2.
  • Trombositopenia (<100.000/mm3) dan penurunan faktor-faktor pembekuan.
  • Peningkatan antibodi IgM dan reaktan fase akut seperti C-reactive protein.
  • Ditemukan kuman pada biakan darah, urin, dan cairan serebrospinal.
  • Pemerikasaan LCS terdapat peningkatan jumlah leukosit terutama PMN (>20/ml untuk umur <7 hari; >10/ml untuk umur >7 hari).
  • Analisa gas darah: asidemia dan hipoksia
  • Foto toraks dapat ditemukan atelektasis, hematotoraks dan efusi pleura.




DIAGNOSIS BANDING
PENATALAKSANAAN ATAU PENGOBATAN
  •          Suportif

Lakukan monitoring cairan, elektrolit dan glukosa; berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, 
hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia. Bila terjadi SIADH (syndrome of inappropiate 
antidiuretic hormone), batasi cairan. Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolik. Awasi adanya 
hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila perlu. Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien 
tidak dapat menerima nutrisi enteral.
  •          Kausatif

Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu biakan darah dan uji resistensi. Antibiotika 
yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin (sefotaksim) dengan dosis 50-80 mg/kgbb/hari i.v 
dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kgbb/hari i.v, 
dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6 mg/kgbb/hari masing-masing dibagi 
dalam 2 dosis.

Pilihan kedua adalah ampisilin 300 – 400 mg/kgbb/hari i.v, dibagi dalam 4 dosis, dikombinasikan 
dengan kloramfenikol 50mg/kgbb/hari i.v dibagi dalam 4 dosis.

Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10 mg/kgbb/hari i.v dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari, 
dilanjutkan dengan dosis 6 mg/kgbb/hari i.v dibagi dalam 2 dosis.

Lama pengobatan untuk sepsis neonatorum adalah 10 – 14 hari. Perlu diperhatikan untuk 
pemberian kloramfenikol pada neonatus tidak melebihi 50 mg/kgbb/hari untuk mencegah terjadinya 
gray baby syndrome dan pemberian sefalosporin serta kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi 
yang berumur kurang dari 1 minggu.

Penelitian di RSCM menunjukkan adanya resistensi kuman yang tinggi terhadap antibiotik penisilin,
kloramfenikol, kotrimoksazol dan aminoglikosida. Sedangkan resistensi golongan kuinolon seperti
levofloksasin masih rendah.

KOMPLIKASI
  •          Meningitis
  •          Syok sepsis
  •          Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
  •          Gagal organ multipel

 PROGNOSIS\
Angka kematian sepsis neonatorum yaitu 10 – 30% dari seluruh penderita meskipun telah diberikan 
antibiotika dan perawatan intensif. Sedangkan pada neonatus dengan sepsis yang tidak diobati, 
angka kematian mencapai 50%. Pada bayi berat lahir rendah atau prematur angka kematian lima 
kali lebih tinggi.
Dapat terjadi sekuel seperti osteomyelitis dan destruksi tulang yang terjadi pada lebih dari 8% 
neonatus dengan sepsis. Rekuren bakteremia dapat terjadi pada bulan kedua setelah bayi lahir, yaitu 
pada sekitar 4% penderita. Sekuel neurologi jangka panjang dapat terjadi bila sepsis disertai dengan 
meningitis.

PENCEGAHAN
  • Pencegahan infeksi sering mengandalkan barier antara agen dan pejamu (barier protektif), yaitu termasuk tindakan cuci tangan, penggunaan sarung tangan, masker, penggunaan cairan antiseptik, pemakaian jarum sekali pakai, serta dekontaminasi, pencucian, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi pada alat yang digunakan ulang.
  • Prinsip pencegahan sepsis neonatus onset dini adalah pencegahan prematuritas, manajemen persalinan dan kelahiran yang benar, serta penggunaan kemoprofilaksis dan imunoprofilaksis.
    •     Pemakaian ampisilin 1000 mg i.v setiap 6 jam sejak onset persalinan sampai kelahiran pada ibu dengan koloni Streptokokus grup B atau dengan faktor risiko obstetrik, dapat mematikan kolonisasi neonatus dan mengurangi secara signifikan angka kejadian sepsis neonatorum onset dini. 
    •     Imunisasi aktif pada ibu dapat menyediakan jalan transplasental antibodi menuju fetus, namun vaksin yang komersial belum tersedia. 
    •     Penggunaan imunoglobulin 0,5 – 1,3 gr/kgbb i.v terbukti dapat menurunkan sepsis onset dini pada bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2000 gr. 

DAFTRA PUSTAKA

1.      Remington JS. Bacterial Sepsis and Meningitis. In: Infectious Disease of the Fetus and Newborn Infant. 5th Ed. New York; W.B. Saunders Company, 2001
2.      Sepsis Neonatorum. In: http://www.medicastore.com/cybermed/detail_pyk.php? idktg=19&iddtl=403. Sited at: 2004.
3.      Mustafa MM, McCracken GH. Neonatal Septicemia and Meningitis. In: Rudolph’s Pediatrics. 19th Ed. California; Prentice-Hall Int Inc., 1991: 550 
4.      Beers MH, Berkow R. Neonatal Problems: Sepsis Neonatorum. In: www.hon.ch/Dossier/MotherChild/neonatal_problem/sepsis_neonatorum.html. From The Merck Manual of Medical Information, 1997.
6.      Powell KR. Sepsis and Shock. In: Nelson Textbook of Pediatrics. 16th Ed. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 2000.
8.      Bellig LL. Neonatal Sepsis. In: http://www.emedicine.com/ped/topic2630.htm. Sited at: June 23rd, 2004.
9.      Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta; Infomedika, 2000.
10.    Gotoff SP. Infections of the Neonatal Infant. In: Nelson Textbook of Pediatrics. 16th Ed. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 2000: 538-52.
11.       Neonatal Sepsis. In: http://www.paclac.org/Manuals_Guidelines/ Neonatal_Sepsis_Final_5.18.98.pdf. Sited at: May 18th, 1998